http://www.iconarchive.com/show/red-orb-alphabet-icons-by-iconarchive/Letter-W-icon.html bagi bagi ilmu: SATUAN ACARA PENYULUHAN HALUSINASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN HALUSINASI



PERAN KELUARGA
DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI


Disusun oleh :

Saddam Pratama Y
Sri Utami Maulida
Teddy Kurniadi
Waluyo
Wasid Hagono
Winari
Yuli Chintya D




KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2011



SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan                         : Mencegah kekambuhan pada pasien
  gangguan jiwa dengan halusinasi
Sub pokok bahasan                 : Peran keluarga dalam mencegah
  kekambuhan gangguan jiwa dengan
  halusinasi
Sasaran                                     : Keluarga pengunjung RSJ Marjuki Mahdi Bogor
Hari / Tanggal                          :Senin, 7 Maret 2011
Waktu                                       : 30 menit
Tempat                                     : Ruang tunggu RSJ Marjuki Mahdi Bogor


A.    TUJUAN
1.      Tujuan Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan  keluarga yang berkunjung ke RSJ Marjuki Mahdi Bogor mampu memahami apa perannya dalam mencegah kekambuhan penderita gangguan jiwa di rumah dengan halusinasi.
2.      Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 X 30 menit diharapkan  keluarga yang berkunjung ke RSJ Marjuki Mahdi Bogor, mampu:
a.       Menyebutkan pengertian halusinasi
b.      Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
c.       Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi
d.      Menyebutkan tipe-tipe halusinasi
e.       Menyebutkan proses terjadinya halusinasi


B.    GARIS BESAR MATERI
a.       Pengertian halusinasi
b.      Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
c.       Tanda dan gejala halusinasi
d.      Tipe-tipe halusinasi
e.       Proses terjadinya halusinasi
f.       Cara mengatasi pada pasien halusinasi

C.    PELAKSANAAN KEGIATAN

NO
KEGIATAN
PENYULUH
PESERTA
WAKTU
1




2


















3

Pembukaan dan salam



Penyampaian materi

















Penutup dan salam
Menyampaikan salam
Menjelaskan tujuan
Apersepsi

Menyampaikan materi:
~     Pengertian halusinasi
~     Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
~     Tanda dan gejala halusinasi
~    Tipe-tipe halusinasi
~    Proses terjadinya halusinasi
~     Cara mengatasi pasien dengan  halusinasi


Tanya jawab
Menyimpulkan hasil materi
Menyampaikan salam
Menjawab salam

Mendengarkan
Memberi respon

Mendengarkan dan memperhatikan

















Menjawab

Mendengarkan

Menjawab salam

3 menit




15 menit


















12 menit


D. METODE
~     prolog
~     Ceramah
~     Tanya jawab

D.    MEDIA
Flif chart
Leaflet
Naskah dialog


E.    SETTING TEMPAT
Peserta duduk di kursi tunggu
Penyaji didepannya

F.     PENGORGASIAN
1. Moderator                     : Winari
2. Penyaji                          : Sri Utami
3. Observer                        : Waluyo
4. Fasilitator                      : Yuli


G.   EVALUASI
1.      Kegiatan : Jadwal, alat bantu atau media, pengorganisasian, proses penyuluhan
2.      Hasil penyuluhan : memberi pertanyaan pada pasien dan keluarga yang mengikuti penyuluhan di RSJ Marjuki Mahdi Bogor tentang :
a.       Apa pengertian halusinasi
b.      Menyebutkan proses pencetus halusinasi
c.       Apa tanda dan gejala halusinasi
d.      Apa saja tipe-tipe halusinasi
e.       Menyebutkan poses terjadinya halusinasi
f.       Cara mengatasi pasien dengan halusinasi

H.          SUSUNAN ACARA

NO
WAKTU
ACARA
PETUGAS
1.
2.
3.
4.

09.00 -09.05
09.05 – 09.15
09.15 – 09.25
09.25 – 09.30
Pembukaan
Prolog
Penyampaian materi
Diskusi dan penutup
Winari
Tim
Sri Utami
Winari



Lampiran materi
PERAN KELUARGA
DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN
PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI
DI RUMAH

Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama.
Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika.

Pencetus terjadinya halusinasi
  1. Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.
  2. Gangguan jiwa Skizofrenia
  3. Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu seperti : ganja, morphin, kokain, dan ltd
  4. Mengkonsumsi alkohol berkadar diatas 35% : seperti vodka, gin diatas batas kewajaran
  5. Trauma yang berlebihan.


Faktor predisposisi dari halusinasi menuruut Stuart & Laraia (1998) adalah aspek biologis, psikologis, genetik, sosial dan biokimia. Dari predisposisi tersebut pada klien Ny. Y yang dominan adalah faktor sosial karena klien menikah dalam usia muda (belum siap fisik dan psikis)dan orang tua klien bercerai pada saat klien berusia 11 tahun dan faktor psikologis dimana klien mempunyai kepribadian tertutup. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan. Beberapa faktor  di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen.
Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang yang sangat penting atau diasingkan oleh kelomppok/masyarakat; faktor biokimia dapat meyebabkan partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik; faktor psikologis yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai berkembangnya perubahan sensori persepsi klien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang menyenangkan.
Masalah keperawatan yang menjadi penyebab (sebagai Triger) munculnya halusinasi adalah harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart & Laraia, 1998). Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan mengakibatkan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan.selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus inernal akan menjadi lebih dominan daripada stimulus eksternal. Klien lama kelamaan akan kehilangan kemampuanmembedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu terjadinya halusinasi. Selain itu akibat lanjut dari kondisi rendah diri dan kuranngnya kemampuan klien berhubungan dengan orang lain yang membuat klien menarik diri dari lingkungan membuat klien mengalami penurunan motivasi karena ia merasa tidak mampu melakukan apapun sehingga akan memunculkan masalah kurangnya perawatan diri klien.
Masalah keperawatan rendah diri yang terjadi pada klien dapat didukung oleh koping keluarga tidak efektif: kurang pengetahuan, ketidakmampuan merawat klien dan bahkan menolak klien berada di rumahnya. Hal ini dapat membuat klien kurang mendapat penguatan terhadap kemampuan yang ia miliki sehinggga klien menganggap dirinya makin tidak berharga dan mengakibatkan keluarga kurang tepat dalam menanganni klien di rumah atau regimen therapeutik tidak efektif.

Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:
1.      Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.
2.      Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang tidak nyata.
3.      Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4.      Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.
5.      Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.

Tipe-tipe Halusinasi 
Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):
1.      Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.
2.      Halusinasi Penglihatan
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau seseorang yang telah mati.
3.      Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan cerebrovaskuler.
4.      Halusinasi Sentuhan
Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.
5.      Halusinasi Pengecapan
Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien
.
Proses terjadinya Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari:
1.      Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.
2.      Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3.      Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4.      Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.

Penanggulangan Pasien dengan Halusinasi
Penanggulangan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.      Menciptakan lingkungan yang nyaman
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
  1. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Keluarga harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
  1. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, keluarga dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
  1. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat budi, ana. Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa. EGC. 1995
Keliat budi, ana dkk. Proses keperawatan jiwa. EGC. 1987
Stuart and Sunden. Pocket guide to psychiatric nursing. EGC.1998











  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar